“EVERYTHING IS KNOWLEDGE”
Pada saat masih duduk di bangku
Madrasah Ibtidaiyyah, dimana melihat kehidupanku yang dahulu, sekitar beberapa
abad yang lalu, dimana aku diperkenalkan dan diajarkan berbagai macam ilmu
pengetahuan oleh guru, baik ilmu pengetahuan umum maupun ilmu pengetahuan
agama. Yang mana itu membuatku merasa senang. Lambat laun, aku semakin merasa
haus akan ilmu pengetahuan, khususnya
ilmu pengetahuan agama. Tetapi pada waktu itu aku belum begitu paham akan
hakikat pentingnya menimba ilmu, terkhusus ilmu pengetahuan agama itu sendiri.
Akupun merasa penasaran akan ilmu pengetahuan agama.
Beberapa tahun kemudian, akupun lulus dari jenjang Madrasah
Ibtidaiyyah. Setelah lulus dari jenjang Madrasah Ibtidaiyyah, akupun ingin
melanjutkan studiku ke jenjang berikutnya yaitu Madrasah Tsanawiyyah. Karena
orang tuaku kuat akan ilmu pengetahuan agama, lantas aku disarankan untuk
melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah. Akupun senang dan tiada paksaan didalam
hati yang terdalam untuk menimba ilmu disana. Sangat berbeda suasana dan
kondisi di jenjang ini, karena disini aku menimba ilmu agama lebih dalam
daripada di jenjang sebelumnya. Namun, aku selalu optimis untuk mempelajarinya.
Tidak hanya di sekolah/madrasah saja, tetapi diluar sekolah/madrasah pun aku
belajar ilmu pengetahuan agama di sebuah surau kecil yang hanya berisikan
beberapa orang saja. Atau yang sering kita sebut dengan “Mengaji”. Walaupun
demikian keadaannya, aku tetap mencoba istiqomah untuk mempelajari ilmu agama
tersebut.
Hari demi hari, ku lewati waktu malamku untuk mengaji ilmu
pengetahuan agama. Pada waktu itu akupun lebih memprioritaskan pada ilmu
pengetahuan agama, belum fokus pada ilmu pengetahuan lainnya. Walaupun
demikian, aku tidak melupakan ilmu yang lainnya. Karena bagiku ilmu itu sangat
penting dan berharga. Demi menimba ilmu pengetahuan agama, akupun rela untuk
berjalan kaki dari rumah menuju tempat mengaji. Yang pada waktu itu jaraknya
sekitar 2 km dari rumah orang tuaku. Tiap malam aku berjalan kaki, menyusuri
jalan-jalan sempit yang terkadang tidak ada penerangan cahaya sama sekali.
Akupun tidak menghiraukan akan hal itu, karena aku berkeyakinan bahwa tujuan
yang baik, pasti nantinya akan dibantu oleh Sang Maha Kuasa. Begitupun
sebaliknya, terkadang pula tatkala pulang selesai mengaji, akupun kembali
pulang menyusuri jalan-jalan sempit yang gelap itu.
Alhamdulillah, selama kurang lebih 2 tahun, aku telah menjalaninya
tanpa ada halangan suatu apapun. Aku sangat bersyukur kepada Allah yang telah
memberiku kesempatan, kekuatan, kesehatan bahkan keikhlasan dalam menimba ilmu
pengetahuan agama ini. Akupun semakin bersemangat untuk menimba ilmu. Suatu
ketika, mungkin karena melihat semangatku dalam mengaji, orang tuaku
memberikanku sebuah sepeda yang sederhana. Akupun sedikit terkejut dan merasa
senang sekali karena dengan adanya sepeda itu, aku akan lebih ringan dalam
perjalananku untuk menimba ilmu. Tiada yang patut aku ucapkan melainkan rasa
terima kasihku kepada orang tuaku yang telah mendukungku dengan sepenuh hati
didalam menimba ilmu pengetahuan agama. Akupun merasa terharu akan hal itu dan
aku benar-benar tidak menyangka bahwa orang tuaku memberikanku sebuah sepeda
yang sederhana.
1 tahun kemudian, akupun lulus dari jenjang
Madrasah Tsanawiyyah dan bekeinginan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih
tinggi lagi, yakni Madrasah Aliyah. Setelah pengumuman kelulusan, aku beserta
orang tuaku membicarakan tentang kelanjutan studiku secara bermusyawarah. Orang
tuaku sempat bertanya kepadaku tentang perihal ini, tentang kelanjutan studiku.
Aku sempat berpikir panjang tentang studiku, berpikir antara melanjutkan studi
didalam pondok pesantren atau hanya sekedar sekolah saja. Tanpa berpikir
terlalu panjang, akhirnya akupun memutuskan untuk melanjutkan studiku ke pondok
pesantren di daerah Kotabumi, Lampung Utara. Akupun menanyakan dan meminta
saran kepada orang tuaku. Mereka pun setuju akan ideku, karena mereka
mengatakan bahwa akulah yang akan menjalani itu semua, jika ada paksaan dari
mereka, maka nantinya itu tidak akan bertahan lama. Setelah bermusyawarah
dengan mereka, keesokan harinya, aku beserta ayahku pergi bersilaturrahmi ke
rumah guru ngajiku sekaligus berpamitan dan meminta do’a agar diperlancar dalam
menimba ilmu di pondok pesantren. Satu pesan yang aku dapat dari guru ngajiku, yaitu
kamu beruntung masih mempunyai tekad untuk menimba ilmu di pondok pesantren,
kebanyakan dari kita sulit dan enggan untuk menimba ilmu di pondok pesantren.
Guru ngajiku pun berkata, “ tekuni, sabar dan jalani apa yang akan kamu alami
di pondok pesantren, karena itu tidak lain ni’mat terindah bias berkumpul
dengan orang-orang sholeh dan kamu bisa memperdalam ilmu pengetahuan agamamu
dengan bebas. Karena disanalah gudangnya ilmu pengetahuan agama”. Akupun sampai
saat ini masih mengingat pesan yang beliau sampaikan.
Akhirnya, tak lama setelah berpamitan dengan beliau, lusanya aku
beserta ayahku berencana pergi untuk mendaftar di pondok pesantren di Kotabumi,
Lampung Utara. Kebetulan, disana ada pamanku yang memang dulunya sudah pernah
mengajar di pondok pesantren itu. Jadi, aku tidak begitu bingung untuk
mendaftar disana. Segala persiapan sudah dibawa dan siap berangkat kesana.
Sesampai disana, aku diantar oleh pamanku untuk melihat-lihat keadaan disana.
Akupun suka dan langsung saja mendaftar. Keesokan harinya, akupun mengikuti
tes, baik lisan maupun tulisan. Alhamdulillah akupun lulus dan sudah menjadi
santri di pondok pesantren itu. Segala peralatan aku bawa kesana dan mulailah
aku menetap disana dan siap menjadi seorang santri. Lambat laun, aku telah merasakan
tentram dan damainya hidup di pondok pesantren. Aku bisa mempelajari ilmu
pengetahuan agama lebih mendalam. Tidak hanya satu jenis ilmu pengetahuan
agama, tetapi juga berbagai macam ilmu pengetahuan agama. Akupun semakin suka
dan bersemangat untuk mempelajarinya. Aku semakin mengerti akan pentingnya
sebuah ilmu. Di pondok pesantren inilah aku mulai menemukan jati diriku yang
sebenarnya. Mendapatkan teman baru, ilmu baru yang mana itu semua telah
mengajarkanku akan sebuah kebersamaan, kesabaran dan kemandirian. Disamping
itu, aku pernah dekat dengan kakak kelas yang pintar dan nanti setelah lulus
ingin melanjutkan studinya ke Kairo, Mesir. Akupun sharing dengannya tentang
berbagai hal seputar beasiswa itu. Dari sinilah, aku membulatkan tekadku untuk
bisa menimba ilmu disana. Selalu belajar dan belajar dengan giat demi
mewujudkan cita-citaku. Suatu ketika, aku ditanya oleh pimpinan pondok
pesantren, maukah kamu menimba ilmu disana? Spontan akupun menjawab; “mau”.
Beliau pun memberikan banyak pengarahan tentang langkah-langkah untuk menimba
ilmu disana. Aku merasa penasaran dan keingin tahuanku pun sangat besar.
Walaupun aku terkadang belajar dengan penerangan yang seadanya, tidak kondusif
karena begitu banyak teman yang masih bergurau. Itulah ujian ku pada saat itu,
tetapi aku harus optimis melawan itu semua.
Pada waktu itu datang lah waktu liburan semester, aku menyempatkan
waktu itu untuk pulang ke kampung halaman sekaligus bertemu dengan orang tuaku
dan aku berencana untuk berbicara kepada mereka tentang perihal beasiswa
tersebut. Sesampainya di rumah, akupun disambut hangat dengan orang tuaku dan
akupun mencium tangan mereka sebagai bukti rasa hormatku pada mereka, dan
memang dalam ilmu pengetahuan agama pun mengajarkan akan hal itu. Sejenak aku
beristirahat di rumah sambil menengok keadaan rumah. Malam harinya, aku mulai
membuka pembicaraanku tentang beasiswa tersebut. Setelah aku memceritakan
hal-hal yang telah disampaikan oleh pimpinan pondok pesantren, orang tuaku pun
berpikir panjang tentang hal tersebut. Mereka sangat khawatir kepadaku karena
jaraknya yang cukup jauh. Mereka mengkhawatirkan ku akan kesehatanku disana.
Akupun sempat sedih, tetapi aku juga berpikir bahwa kalau orang tua tidak
ridho, bagaimana aku bias menimba ilmu dengan tenang. Akupun akhirnya berbicara
kepada mereka tentang kepasrahanku terhadap beasiswa tersebut dan aku pun
mematuhi dan menuruti apa yang mereka inginkan. Aku berpikir bahwa, buat apa
menimba ilmu jauh-jauh kalau orang tua kita tidak ridho. Itu akan percuma dan
sia-sia bagiku. Toh dimanapun kita menimba ilmu, itu sama saja tergantung
kitanya saja. Setelah bermusyawarah dengan orang tua, aku pun memutuskan untuk
kembali lagi ke pondok pesantren karena masa liburan sudah habis. Sesampainya
di pondok pesantren, aku sempatkan bersilaturrahmi ke rumah pimpinan pondokku
dan meminta jalan terbaik untukku akan
beasiswa tersebut. Karena beliaulah yang telah menyarankanku untuk menimba ilmu
disana. Akhirnya, akupun bicara dengan beliau dengan sejujur-jujurnya bahwa
orang tuaku belum menyetujuiku untuk menimba ilmu disana karena faktor jarak
yang terlalu jauh. Pimpinan pondokku pun bisa mengerti kondisiku pada saat itu.
Semakin lama aku tinggal disana,
semakin aku mengerti hakikat dari pentingnya berbagai macam ilmu pengetahuan,
khususnya ilmu pengetahuan agama. Aku telah memperoleh banyak ilmu pengetahuan
agama dari sana, tetapi aku tetap haus akan ilmu pengetahuan agama. Karena aku
memang senang dan tentram ketika menimba ilmu pengetahuan agama. Karena
kebulatan tekadku, akupun memutuskan untuk belajar mengaji dan mengkaji ilmu
pengetahuan agama secara privat bersama temanku di rumah guruku. Tujuannya agar
lebih paham akan ilmu pengetahuan agama. Tiap sore dan malam aku beserta
temanku menghampiri rumah guruku untuk mempelajari ilmu pengetahuan agama
secara mendalam. Pada waktu itu, hanya aku dan temanku yang berkeinginan untuk
mempelajari ilmu pengetahuan agama. Guruku sempat salut dan berbangga hati
kepada kami, karena kami telah memiliki tekad yang kuat untuk belajar mengaji
dan mengkaji. Walaupun di pondok pesantren sekalipun, sangat jarang ada santri
yang haus akan ilmu pengetahuan agama. Karena dari awal aku dan temanku sudah
memiliki niat yang kuat untuk belajar mengaji dan mengkaji. Jadi, tiada paksaan
yang melanda kami dalam belajar mengaji dan mengkaji. Karena kami merasa
penasaran akan sebuah kitab atau karangan-karangan para ulama terdahulu yang
ditulis dalam bentuk cerita atau hikayah. Itu sebuah ilmu kajian yang sangat
menarik bagiku dan temanku.
Sudah 3 tahun aku menimba ilmu di
pondok pesantren itu, aku merasa baru mendapatkan sedikit ilmu pengetahuan,
terkhusus ilmu pengetahuan agama. Akan tetapi, aku belum merasa puas akan ilmu
pengetahuan agama. Setelah lulus dari pondok pesantren, aku pun disarankan oleh
kedua orang tuaku untuk menimba ilmu di perguruan tinggi. Sebenarnya dalam
benakku tertanam sebuah niat dan tekad untuk melanjutkan belajar di pondok
pesantren, tetapi apa daya. Karena latar belakang dari orang tuaku adalah orang
berpendidikan yang selalu berkaitan dengan perguruan tinggi, akhirnya aku pun
diminta untuk belajar di perguruan tinggi. Aku sempat sedih, karena guruku
menginginkanku untuk melanjutkan belajar di pondok pesantren. Akan tetapi, aku
tetap patuh pada orang tuaku. Akhirnya, aku memutuskan untuk melanjutkan
studiku ke jenjang yang lebih tinggi lagi yakni studi di sebuah perguruan
tinggi.
Awalnya aku bingung terhadap jurusan
yang ingin aku ambil di sebuah perguruan tinggi tersebut, karena dahulu aku
terlalu senang dan cinta pada bahasa arab. Orang tuaku pun menyarankanku untuk
mengambil jurusan bahasa inggris. Aku sempat terkejut mendengarnya karena aku
dahulu tidak senang terhadap pelajaran itu. Setelah berpikir panjang, akupun
mengambilnya. Kata orang tuaku, “karena kamu sudah mengenal jauh tentang bahasa
arab, tak ada salahnya kamu mengambil jurusan itu. Karena nantinya kamu bisa
menguasai dua bahasa, baik bahasa arab maupun bahasa inggris”. Sejenak ku
berpikir, benar juga ya apa yang dikatakan orang tuaku. Dengan mengambil
jurusan bahasa inggris, aku bisa menguasai dua bahasa nantinya. Aku harus
berusaha mempelajarinya, walaupun itu sulit.
Keesokan harinya, akupun menghampiri
perguruan tinggi itu untuk mendaftar sebagai mahasiswa disana. Aku pun
mendaftar dan mengurus segala hal yang dibutuhkan dalam pendaftaran tersebut.
Lusanya, akupun mengikuti tes disana. Besoknya, hasil tes pun diumumkan dan aku
pun lulus dan tercatat sebagai mahasiswa di perguruan tinggi itu. Segera ku
mempersiapkan dan mencari tempat tinggal atau yang sering disebut dengan kostan
di sekitar perguruan tinggi itu. Akhirnya, akupun dapat kostan tak jauh dari
kampus. Segera ku merapikan tempat dan
bersiap untuk mulai belajar pertama di perguruan tinggi itu. Terasa
serba baru di sebuah perguruan tinggi, dari suasana, tempat dan teman. Sebuah
pengalaman yang tak terduga, bisa studi di sebuah perguruan tinggi. Pada waktu
sebelum ada kendaraan, selama 2 tahun aku berjalan kaki dari tempat tinggalku
menuju kampus. Aku jalani dengan sepenuh hati demi menimba ilmu di sebuah perguruan
tinggi. Di sebuah kelas yang begitu nyaman, aku belajar tentang pelajaran yang
sesuai dengan jurusanku yaitu bahasa inggris. Di sini, aku benar-benar belajar
dari nol tentang bahasa inggris. Karena aku benar-benar tak mengerti akan hal
itu. Akan tetapi, tak mengurangi niatanku untuk belajar dengan perlahan untuk
memahami berbagai macam ilmu pengetahuan tentang bahasa inggris. Hari demi hari
ku jalani studiku di kampus tercinta itu, akan tetapi aku tetap saja masih
sedikit mendapatkan ilmu tentang bahasa inggris. Tak apalah walaupun begitu,
aku tetap berjuang semaksimal mungkin walaupun sebenarnya jurusan itu bukan
tempatku. Aku harus banyak beradaptasi dengan baik akan pelajaran bahasa
inggris. Sedikit demi sedikit, itulah sebuah kalimat yang sedang aku terapkan
di studiku ini, hingga saat ini.
Setelah melewati berbagai macam
peristiwa di dalam studiku, aku pun semakin mengetahui lebih dalam tentang
pentingnya belajar bahasa inggris. Karena jikalau kita bisa menguasai berbagai
aspek dari bahasa inggris, kita akan mudah menjelajahi dunia, apapun yang kita
inginkan. Karena kita sudah mempunyai kuncinya. Bahasa inggris juga memang
sudah dikenal di berbagai kalangan, baik dari sekolah dasar hingga perguruan
tinggi sekalipun, bahkan bahasa inggris dan bahasa arab adalah pelajaran wajib
yang harus ada di sebuah lembaga pendidikan tertentu. Kini, di usiaku yang
semakin bertambah, aku masih setia mempelajarinya. Walaupun begitu, aku tetap
saja masih belum bisa memahami lebih dalam tentang bahasa inggris. Untuk
meminimalisir ketidak tahuanku akan bahasa inggris, aku pun belajar dengan
teman-temanku yang memang memiliki skill di bidang itu. Beda rasanya ketika
belajar di kampus dan belajar dengan teman kita. Seakan-akan lebih nyaman dan
terbuka belajar dengan teman kita ketimbang belajar di kampus. Karena kalau di
kampus, masih ada rasa kurang nyaman dan tak leluasa dalam belajar. Dengan
perlahan tapi pasti, itulah yang juga aku terapkan dalam studiku ini. Yang mana
membuatku lebih berusaha untuk giat dan tekun mempelajarinya. Tidak ada yang
tidak mungkin di dunia ini, selagi kita mau berusaha dengan giat. Semenjak
belajar di perguruann tinggi, aku semakin mengetahui berbagai macam bentuk dan
jenis daripada bahasa inggris itu sendiri.
Karena sudah mulai muncul kecintaan
dan kesenangan terhadap bahasa inggris dari dalam diriku, aku pun lebih
bersemangat dan termotivasi untuk mempelajarinya lebih dalam lagi. Sempat aku
bercita-cita dalam benakku ingin melanjutkan studiku ke jenjang yang lebih
tinggi lagi yaitu bisa studi s.2 di perguruan tinggi yang terkenal. Itulah
harapan dan cita-citaku ke depan yang mana disitulah momen untuk membanggakan
orang tuaku. Itu tidak lain untuk membuat hati orang tuaku senang dan berbangga
hati. Aku selalu yakin dan optimis akan cita-citaku itu akan terkabul. Tentunya,
itu semua harus diwujudkan dengan do’a dan ikhtiar kita. Suatu ketika, aku
pernah menyindir tentang hal ini kepada orang tuaku dan mereka pun meresponnya.
Aku pribadi sangat berbangga hati dan senang telah didukung oleh orang tuaku
untuk melanjutkan studiku ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Aku patut
bersyukur kepada Yang Maha Kuasa telah diberi kesempatan untuk menimba ilmu
diberbagai tempat dan berbagai macam ilmu pengetahuan. Ternyata, tak hanya ilmu
pengetahuan agama saja yang begitu penting, tetapi juga ilmu pengetahuan umum
pun begitu penting. Karena jika kita ingin menguasai dunia, maka kita harus
memiliki ilmunya. Tetapi walau bagaimanapun
juga, ilmu pengetahuan agama adalah ilmu yang terpenting daripada ilmu-ilmu
lainnya. Karena, itu sebagai penunjang hidup kita dalam studi apapun yang kita
inginkan di dunia ini. Menimba ilmu mengajarkanku banyak hal, banyak
pengalaman, banyak peristiwa. Tak hanya berupa materi, tetapi juga berupa
kejadian-kejadian yang membuatku mengerti secara mendalam tentang pentingnya
sebuah ilmu pengetahuan. Dari sinilah aku telah mendapatkan sebuah kesabaran,
sebuah keikhlasan dan sebuah kemandirian. Yang mana itu semua ku jadikan
penyemangat dalam menimba ilmu pengetahuan, baik ilmu pengethauan umum maupun
ilmu pengetahuan agama. Itulah mengapa
pada kesempatan kali ini saya pribadi memberi judul tulisan ini dengan judul
“MENIMBA ILMU MENGAJARKANKU AKAN KEHIDUPAN HAQIQI”. Karena dengan ini aku tahu
kehidupan yang sebenarnya. Yang itu semua diwujudkan dari menimba ilmu.
No comments:
Post a Comment