Salju

Daun Berjatuhan

Selamat Datang

Selamat Datang di Danny's Blog. Semoga bermanfaat......

Like

Tuesday, November 25, 2014

HAKIKAT ISTIQOMAH



BAB IV
ISIQOMAH
A.      DEFINISI

Istiqamah adalah anonim dari thughyan (penyimpangan atau melampaui batas). Ia bisa berarti berdiri tegak di suatu tempat tanpa pernah bergeser, karena akar kata istiqamah dari kata “qaama” yang berarti berdiri. Maka secara etimologi, istiqamah berarti tegak lurus. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, istiqamah diartikan sebagai sikap teguh pendirian dan selalu konsekuen
Secara bahasa, istiqomah berasal dari akar kata qama yang berarti berdiri, tegak lurus, dan seterusnya. Dalam bahasa Indonesia, istiqomah diartikan sebagai sikap teguh pendirian dan selalu konsisten.
Selain itu, kata istiqomah juga berasal dari kata istoqamo-yastaqimu-istiqamotan yang biasa diartikan dengan mendirikan. Kata-kata “mendirikan” mengandung satu iayarat, bahwa di dalam kata tersebut berlangsung sebuah proses atau upaya yang terjadi secara terus menerus. Kita ambil contoh seperti orang mendirikan rumah. Sebuah rumah tidak akan bisa didirikan, ditegakkan, atau dibangun apabila di dalamnya tidak terjadi proses kerja yang terus­-menerus.
Sebuah rumah baru bisa disebut berdiri karena ia telah dikerjakan secara terus-menerus tanpa henti sampai akhirnya ia sempurna disebut sebagai rumah. Demikian juga dengan istiqarnah. Seseorang tidak bisa disebut dengan istiqomah apabila ia tidak mampu menegakkan atau mengerjakan sesuatu secara terus-menerus dan kontinu. Sebab, istiqomah itu sendiri sangat dekat pengertiannya dengan hal yang dikerjakan secara terus-menerus tanpa henti.[1]
Secara terminologi, istiqamah bisa diartikan dengan beberapa pengertian berikut ini;
Al-Hasan berkata, “Istiqamah adalah melakukan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan”.
Mujahid berkata, “Istiqamah adalah komitmen terhadap syahadat tauhid sampai bertemu dengan Allah Taala”.
Ibnu Taimiah berkata, “Mereka beristiqamah dalam mencintai dan beribadah kepada-Nya tanpa menoleh kiri kanan”
Abu Bakar Shiddiq berpendapat bahwa istiqomah adalah sikap yang sama sekali tidak menyekutukan Allah SWT. sedikit pun dengan apa saja. Lebih jelasnya, istiqomah dalam pandangan Abu Bakar adalah sikap teguh dalam beriman, memurnikan sesembahan, dan menjauhi kemusyrikan. [2]
Sementara itu, sahabat Umar bin Khathab berkata bahwa istiqomah merupakan sebuah sikap teguh terutama dalam melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah, serta tidak berpaling seperti berpalingnya musang. Sedangkan, Utsman bin Affan memaknai istiqomah sebagai suatu sikap untuk memurnikan segala tindak-tanduk kita yang berkaitan dengan ibadah hanya untuk Allah, bukan selain-Nya. ia berkata tentang istiqomah, “Ikhlaskan (bersihkan) amal karena Allah semata”.
Keikhlasan menurut sahabat Utsman merupakan faktor yang dapat menimbulkan sifat istiqomah. Keikhlasan membuat seseorang mampu mengerjakan sesuatu secara konsisten. la tidak dipengaruhi oleh kepentingan apa pun saat beribadah selain hanya mengharap ridha Allah semata. Harapan inilah yang menjadikan orang tersebut tidak pernah henti-hentinya mengerjakan amal kebaikan.[3]
Lain halnya dengan Ali bin Abi Thalib, khalifah keempat ini berpendapat bahwa istiqomah adalah bentuk ketegasan sikap dalam menjalankan kewajiban. Beliau mengatakan, “Kerjakanlah kewajiban-kewajiban Hal ini memberi pengertian selama seseorang masih mengerjakan kewajiban-kewajibannya terutama kewajiban kepada Allah SWT., maka orang tersebut dapat disebut sebagai orang yang istiqomah.
Imam al-Qusyairi Ra. berkata,”Istiqomah adalah sebuah derajat, dengannya berbagai urusan menjadi sempurna dan berbagai kebaikan dan keteraturan bisa diraih. Barang siapa yang tidak istiqomah dalam kepribadiannya, maka ia akan sia-sia dan gagal. Dikatakan, istiqomah tidak akan bisa dilakukan kecuali oleh orang-orang yang besar, karena ia keluar dari hal-hal yang dianggap lumrah, meninggalkan adat kebiasaan, dan berdiri di hadapan Allah Azza wa Jalla dengan jujur.”
Imam Nawawi mengartikan istiqomah dengan tetap konsisten dan konsekuen dalam ketaatan kepada Allah SWT.[4]
Menurut AI-Washiti, istiqomah adalah sifat yang dapat menyempurnakan kepribadian seseorang dan tidak adanya sifat ini maka menjadi rusaklah kepribadian seseorang. Itulah beberapa pengertian mengenai istiqomah, baik yang terdapat dalam al-Qur'an, hadits Nabi Saw., dan juga pendapat beberapa ulama. Satu hal yang harus digaris bawahi bahwa perintah istiqomah merupakan satu perintah yang sangat penting dan urgen dalam agama Islam. Ibnu Abbas berkata bahwa tidak satu pun ayat al-Qur'an yang turun kepada Nabi Saw. yang dirasakan lebih berat dari perintah istiqomah sebagaimana terdapat dalam Surat Huud ayat 112.[5]
Jadi muslim yang beristiqamah adalah muslim yang selalu mempertahankan keimanan dan akidahnya dalam situasi dan kondisi apapun. Ia bak batu karang yang tegar menghadapi gempuran ombak-ombak yang datang silih berganti.
B.            Dalil Kewajiban Istiqomah
Istiqamah bukan hanya diperintahkan kepada manusia biasa saja, akan tetapi istiqamah ini juga diperintahkan kepada manusia-manusia besar sepanjang sejarah peradaban dunia, yaitu para Nabi dan Rasul. Perhatikan ayat berikut ini;
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä `tB £s?ötƒ öNä3YÏB `tã ¾ÏmÏZƒÏŠ t$öq|¡sù ÎAù'tƒ ª!$# 5Qöqs)Î/ öNåk:Ïtä ÿ¼çmtRq6Ïtäur A'©!ÏŒr& n?tã tûüÏZÏB÷sßJø9$# >o¨Ïãr& n?tã tûï͍Ïÿ»s3ø9$# šcrßÎg»pgä Îû È@Î6y «!$# Ÿwur tbqèù$sƒs sptBöqs9 5OͬIw 4 y7Ï9ºsŒ ã@ôÒsù «!$# ÏmŠÏ?÷sム`tB âä!$t±o 4 ª!$#ur ììźur íOŠÎ=tæ ÇÎÍÈ  
Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu’min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui. (QS. al maidah:54)
öNÉ)tGó$$sù !$yJx. |NöÏBé& `tBur z>$s? y7yètB Ÿwur (#öqtóôÜs? 4 ¼çm¯RÎ) $yJÎ/ šcqè=yJ÷ès? ׎ÅÁt/ ÇÊÊËÈ  
“Maka tetaplah (istiqomahlah) kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”(QS 11:112)
¨bÎ) tûïÏ%©!$# (#qä9$s% $oYš/z ª!$# §NèO (#qßJ»s)tFó$# Ÿxsù ì$öqyz óOÎgøŠn=tæ Ÿwur öNèd šcqçRtøts ÇÊÌÈ   y7Í´¯»s9'ré& Ü=»ptõ¾r& Ïp¨Ypgø:$# tûïÏ$Î#»yz $pkŽÏù Lä!#ty_ $yJÎ/ (#qçR%x. tbqè=yJ÷ètƒ ÇÊÍÈ  
 “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialahAllah”, kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak adakekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.(QS 46:13-14)
Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.
“Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS 41: 30-32).

“Aku berkata, “Wahai Rasulullah katakanlah kepadaku satu perkataan dalam Islam yang aku tidak akan bertanya kepada seorang pun selain engkau. Beliau bersabda, “Katakanlah, “Aku beriman kepada Allah, kemudian beristiqamahlah (jangan menyimpang).” (HR Muslim dari Sufyan bin Abdullah)
Syekh Al-Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Sebesar-besar karomah adalah memegang istiqamah.”
Dari ayat dan hadits di atas, jelas bahwa ternyata Inti dari dari keagamaan kita, adalah “qul aamantu billaahi tsummastaqama” Setiap muslim yang telah berikrar bahwa Allah Rabbnya, Islam agamanya dan Muhammad rasulnya, ia harus senantiasa memahami arti ikrar ini dan mampu merealisasikan nilai-nilainya dalam realitas kehidupannya. Setiap dimensi kehidupannya harus terwarnai dengan nilai-nilai tersebut baik dalam kondisi aman maupun terancamKita temui segala yang bertentangan dalam hidup, susah senang, sulit mudah, kaya miskin, Semua berubah kecuali iman, iman tdk boleh berubah bagaimanapun perubahan hidup yang lain kita. Selalu dalam iman itu disebut istiqomah

C.           Keutamaan Dari Istiqomah Adalah
1.    Hilangnya rasa takut/duka cita
Takut dan duka cita adalah dua hal yang menjadi penghalang besar dalam kemajuan hidup.
¨bÎ) šúïÏ%©!$# (#qä9$s% $oYš/u ª!$# §NèO (#qßJ»s)tFó$# ãA¨t\tGs? ÞOÎgøŠn=tæ èpx6Í´¯»n=yJø9$# žwr& (#qèù$sƒrB Ÿwur (#qçRtøtrB (#rãÏ±÷0r&ur Ïp¨Ypgø:$$Î/ ÓÉL©9$# óOçFZä. šcrßtãqè? ÇÌÉÈ   QS. Fussilat : 30
Tak mungkin ada rasa takut pada orang yang istiqomah.Kepada siapa takut?
Adakah yang maha kuasa di dalam hidup ini selain Allah? menjatuhkan bahaya, memberikan mudarat, selain Allah?

Ada yang ditakuti orang yaitu melarat. Tapi kemelaratan yang sebenarnya bukanlah kehilangan harta. Kemelaratan adalah apabila kehilangan istiqomah di dalam diri kita
Ada lagi yang paling ditakuti orang  adalah maut. Padahal kehilangan istiqomah adalah  lebih sakit lebih berbahaya dari maut.
Yang menimbulkan takut dan duka cita  adalah tidak mendapatkan teman dekat. Nanti ndak punya teman, nanti ndak disukai orang kantor. Maka siapakah teman dekat yang lebih dekat daripada Tuhan?

2.        Istiqomah Memperkuat Prinsip
Dengan berusaha istiqomah, kita akan menjadi orang yang kuat di dalam memegang prinsip tidak mudah goyah menghadapi berbagai macam godaan dan rintangan. Selain itu, orang-orang yang istiqomah akan senantiasa bertahan dengan keyakinan dan prinsip kebaikan yang sudah mereka terapkan dalam kehidupannya.

3.      Istiqomah Menjadikan Manusia Tahan Uji
Dapat dikatakan bahwa tidak ada manusia yang selama hidupnya bebas dari ujian. Dan, ujian-ujian itu pun bermacam-macam bentuknya. Ada ujian berupa bencana atau musibah, namun ada juga ujian yang sepintas tidak tampak seperti sebuah musibah. Ujian seperti itu disebut ujian konsistensi.
Orang yang tidak konsisten dapat dikatakan sebagai orang yang tertimpa musibah. Sebab,dengan sikapnya yang seperti itu, ia akan menjadi orang yang mudah terombang­-ambing keadaan, tidak memiliki pijakan dan prinsip yang kuat sehingga dengannya mereka bisa bergantung. Orang seperti ini persis seperti orang yang naik perahu tanpa layar dan kemudi. Saat ombak menerpa, ia tidak memiliki kemampuan apa-apa mengendalikan laju perahunya sehingga hanya terombang-ambing tanpa kepastian di tengah lautan. [6]
Sebaliknya, orang yang istiqomah, mereka justru akan menjadi sosok yang tahan uji. Kebiasaan baik yang dijalankan dengan konsisten (istiqomah) akan menjadi karakter yang berakar kuat, yang tidak mudah menjadikan mereka goyah menghadapi rintangan dan cobaan

4.       Istiqomah Menghilangkan Kemalasan
Rasa malas merupakan kebiasaan negatif yang tidak boleh kita biarkan menjadi karakter pribadi. Bahkan, Islam sangat melarang umatnya menjadi manusia-manusia yang malas, hanya mau berpangku tangan, dan seterusnya. Rasa malas muncul salah satunya karena tidak ada keinginan untuk memaksa dan membiasakan diri mengerjakan perbuatan-perbuatan positif.
Padahal, kemalasan tidak akan pernah hilang tanpa sebuah paksaan. Sementara, memaksa diri untuk melaku­kan perbuatan baik itu juga tidak akan berhasil maksimal kalau tidak dilandasi dengan sikap istiqomah dalam menjalankannya. Dengan demikian, sikap istiqamah merupakan salah satu cara yang dapat mengikis rasa malas dalam diri. [7]
Ia jauh dari sikap pesimis dalam menjalani dan mengarungi lautan kehidupan. Ia senantiasa tidak pernah merasa lelah dan gelisah yang akhirnya melahirkan frustasi dalam menjalani kehidupannya. Kefuturan yang mencoba mengusik jiwa, kegalauan yang ingin mencabik jiwa mutmainnahnya dan kegelisahan yang menghantui benaknya akan terobati dengan keyakinannya kepada kehendak dan putusan-putusan ilahiah. Hal ini sebagaimana yang diisyaratkan oleh beberapa ayat di bawah ini;
Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berdukacita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS 57:22-23)
“Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir". (QS 12: 87)
Ibrahim berkata, “Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhan-nya, kecuali orang-orang yang sesat". (QS 15:56)

5.      Istiqomah Memunculkan Etos Kerja
Dengan berusaha menjalankan setiap perbuatan baik secara istiqomah, sebenarnya kita sedang berlatih memunculkan etos kerja yang lebih baik. Pekerjaan apa pun apabila dikerjakan dengan etos kerja yang baik, maka hasilnya juga akan baik. Istiqomah merupakan salah satu cara menumbuhkan etos kerja itu sendiri. Sementara itu Islam sangat menganjurkan agar umatnya memiliki etos kerja yang tinggi dalam melakukan setiap kebaikan. [8]
Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” Allah memerintahkan kita untuk bertebaran, menyebar, mencari karunia-Nya dengan penuh kesungguhan dan etos kerja yang tinggi, bukannya malah berpangku tangan dengan rasa malas dan pasrah.(QS. al-Jumu'ah : 10)

6.       Istiqomah Menjauhkan dari Sikap Putus Asa
Islam melarang keras terhadap sikap putus asa. Bahkan, dalam beberapa ayat, Allah SWT. menyifati sifat putus asa dengan sifat-sifat yang buruk. Salah satunya seperti ucapan Nabi Ya'qub yang diabadikan Allah dalam surat Yusuf ayat 87:[9]
Munculnya sifat putus asa dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satunya adalah tidak istiqomah. Seseorang yang tidak istiqomah cenderung lebih mudah mengalami rasa putus asa. Tidak adanya sikap istiqomah dan kesungguhan dalam melakukan pekerjaan apa pun membuat kita tidak memiliki prinsip dan pertahanan yang kuat saat menghadapi hambatan.
Contoh, seorang siswa yang tidak memiliki kebiasaan belajar secara istiqomah kemungkinan besar akan lebih mudah dihantui perasaan putus asa, terutama saat ke­biasaan itu menyebabkan hasil ujiannya menjadi rendah. Sebaliknya, orang yang istiqomah belajar, meskipun ia memperoleh hasil ujian yang rendah, ia tetap tidak akan menjadikannya orang yang malas untuk belajar. Bahkan, kemungkinan besar ia akan menjadi semakin rajin untuk belajar.

7.       Istiqomah Melipatgandakan Pahala Kebaikan
Istiqomah merupakan sikap yang menjadikan setiap perbuatan baik menjadi semakin tak terhingga nilai ke­baikannya di hadapan Allah SWT. Dalam sebuah riwayat, dijelaskan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda,[10]
 “Perbuatan yang paling dicintai Allah adalah perbuatan (yang dilakukan secara) konsisten listiqomah walaupun sedikit,”(HR. Bukhari dan Muslim dari Aiayah).
Dengan demikian, Islam pada dasarnya lebih mem­berikan penghargaan kepada orang yang rajin dan istiqomah melakukan kebaikan walaupun sedikit daripada mereka yang tiba-tiba melakukan kebaikan yang besar namun hanya sekali waktu. Mungkin, dari hadits tadi itulah kemudian timbul iatilah “sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit.' Artinya, walaupun awalnya kita hanya melakukan satu kebiasaan positif, tetapi kalau hal itu dikerjakan secara konsisten (istiqonah), maka kebiasaan positif itulah yang justru akan menciptakan karakter baik pada diri kita.

8.      Istiqomah Menumbuhkan Sifat Keberanian
Seseorang yang berusaha menjalankan setiap kebaikan dengan istiqomah, ia akan tumbuh menjadi pribadi yang memiliki sifat syaja'ah atau keberanian. Keistiqomahan yang melandasi setiap perbuatan baiknya akan menempanya menjadi orang-orang yang tak mudah gentar, takluk, dan menyerah menghadapi rintangan dan hambatan. Bahkan, orang yang istiqomah merasa lebih “besar” dari rintangan yang ia hadapi, sehingga hambatan apa pun tidak akan meninggalkan kebiasaan positif yang sudah ia jalankan secara konsisten itu. [11]

9.      Istiqomah melapangkan jalan rejeki
Satu diantara karunia yang di berikan Allah SWT. kepada orang-orang yang istiqomah yaitu dimudahkan jalan rezeki bagi mereka, hal ini sebagaimana di tegaskan sendiri oleh Allah dalam firman-Nya
“dan bahwasanya: Jikalau mereka tetap berjalan Lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezki yang banyak)”. (QS. Al Jin : 16)
10.  Istiqomah mendatangkan ketenangan dan di janjikan surga[12]
Keimanan seorang muslim yang telah sampai pada tangga kesempurnaan akan melahirkan tsabat dan istiqomah dalam medan perjuangan. Tsabat dan istiqomah sendiri akan melahirkan ketenangan, kedamaian dan kebahagian. Meskipun ia melalui rintangan dakwah yang panjang, melewati jalan terjal perjuangan dan menapak tilas lika-liku belantara hutan perjuangan. Karena ia yakin bahwa inilah jalan yang pernah ditempuh oleh hamba-hamba Allah yang agung yaitu para Nabi, Rasul, generasi terbaik setelahnya dan generasi yang bertekad membawa obor estafet dakwahnya. Perhatikan firman Allah di bawah ini;
“Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepadamusuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.” (QS 3:146)
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS 6:82)
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS 13:28)
I1. Istiqamah merupakan jalan menuju ke surga.
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”. (QS. 41 : 30)Berdasarkan ayat di atas, istiqamah merupakan satu bentuk sifat atau perbuatan yang dapat mendatangkan ta’yiid (baca ; pertolongan dan dukungan) dari para malaikat.

12. Istiqamah merupakan amalan yang paling dicintai oleh Allah SWT.
Dalam sebuah hadits digambarkan : Dari Aisyah r.a., bahwa Rasulullah saw. bersabda, ‘Berbuat sesuatu yang tepat dan benarlah kalian (maksudnya; istiqamahlah dalam amal dan berkatalah yang benar/jujur) dan mendekatlah kalian (mendekati amalan istiqamah dalam amal dan jujur dalam berkata). Dan ketahuilah, bahwa siapapun diantara kalian tidak akan bisa masuk surga dengan amalnya. Dan amalan yang paling dicintai Allah adalah amalan yang langgeng (terus menerus) meskipun sedikit. (HR. Bukhari)
Berdasarkan hadits di atas, kita juga diperintahkan untuk senantiasa beristiqamah. Ini artinya bahwa Istiqamah merupakan pengamalan dari sunnah Rasulullah saw.
13. Istiqamah merupakan ciri mendasar orang mukmin.
Dalam sebuah riwayat digambarkan: Dari Tsauban ra, Rasulullah saw. bersabda, ‘istiqamahlah kalian, dan janganlah kalian menghitung-hitung. Dan ketahuilah bahwa sebaik-baik amal kalian adalah shalat. Dan tidak ada yang dapat menjaga wudhu’ (baca; istiqamah dalam whudu’, kecuali orang mukmin. (HR. Ibnu Majah)

D.      CARA MERAIH SIKAP ISTIQOMAH
Menjadi orang yang istiqomah tentu bukan perkara yang mudah. Setidaknya, diperlukan kemauan dan usaha yang sungguh-sungguh agar sikap istiqomah itu menjadi ciri dari kepribadian diri kita. Namun, barangkali beberapa penjelasan berikut akan memudahkan kita untuk berusaha bagaimana caranya menjadi orang yang istiqamah.
1.      Lakukan Mulai dari Amal yang Paling Sederhana,
Untuk bisa menjadi orang yang istiqomah, kita bisa memulainya dengan mengerjakan amal kebaikan yang paling sederhana. Dalam berdzikir misalnya, kita biasakan membaca istighfar dalam jumlah yang sedikit dulu. Memang, Rasulullah Saw. menyarankan agar kita membaca istighfar paling sedikitnya seratus kali setiap hari. Tetapi jumlah itu pada dasarnya harus dikerjakan secara istiqomah, bukan hanya sekali waktu saja. [13]
Nah, bagi yang baru akan memulai cobalah me­lakukannya dengan sederhana dulu. Dimulai dengan mem­baca istighfar sejumlah dua puluh kali secara konsisten dan setelah itu ditingkatkan sampai akhirnya sesuai dengan jumlah yang disarankan oleh Rasulullah tersebut.
Sekali lagi, istiqomah itu merupakan hal yang sangat besar nilainya. Karena itu, diperlukan tahapan-tahapan yang dimulai dari hal-hal kecil untuk bisa mencapainya. Sangat sulit seseorang bisa istiqomah dalam mengerjakah amal-amal yang besar tanpa dilalui dengan istiqomah mengerjakan amal-amal yang kecil dan sederhana
Bertahap dalam beramal. Dalam artian, ketika menjalankan suatu ibadah, kita hendaknya memulai dari sesuatu yang kecil namun rutin. Bahkan sifat kerutinan ini jika dipandang perlu, harus bersifat sedikit dipaksakan. Sehingga akan terwujud sebuah amalan yang rutin meskipun sedikit. Kerutinan inilah yang insya Allah menjadi cikal bakalnya keistiqamahan. Seperti dalam bertilawah Al-Qur’an, dalam qiyamul lail dan lain sebagainya; hendaknya dimulai dari sedikit demi sedikit, kemudian ditingkatkan menjadi lebih baik lagi.

2.      Bargaul Dengan Orang-Orang Yang Konsisten
Pergaulan sejatinya dapat menyebabkan dua pengaruh bagi kehidupan seseorang. Bergaul dengan orang yang bijak kemungkinan besar akan ikut bejat. Sementara, bergaul dengan orang yang baik-baik kemungkinan besar juga akan menjadi ikut baik. Jika kita ingin belajar menjadi orang yang istiqomah, cara yang juga biaa kita lakukan adalah bergaul dengan orang-orang yang memang sudah terkenal konsisten dan istiqomah.
Banyak bergaul dengan orang-orang seperti itu mem­buat kita jadi termotivasi untuk meniru dan mengikuti sikap konsistensi mereka. Setidaknya, dengan bergaul bersama orang-orang yang istiqomah kita secara tidak langsung akan selalu mendapat pelajaran penting betapa berharganya menjaga sikap istiqomah itu. [14]
Istiqamah juga akan sangat terbantu dengan adanya amal jama’i. Karena dengan kebersamaan dalam beramal islami, akan lebih membantu dan mempermudah hal apapun yang akan kita lakukan. Jika kita salah, tentu ada yang menegur. Jika kita lalai, tentu yang lain ada yang mengnigatkan. Berbeda dengan ketika kita seorang diri. Ditambah lagi, nuansa atau suasana beraktivitas secara bersama memberikan ‘sesuatu yang berbeda’ yang tidak akan kita rasakan ketika beramal seorang diri.
3.      Segarkan Niat dengan Terus Mencoba Berbuat
Niat merupakan faktor urgen dalam melakukan tiap­-tiap perbuatan. Bahkan, menurut Rasulullah Saw.setiap perbuatan (baik) itu semuanya tergantung pada niatnya. Kita akan memperoleh hasil dari perbuatan yang kita lakukan sesuai dengan niat yang kita harapkan di dalamnya. Jika satu perbuatan yang baik kita niatkan untuk memperoleh ridha Allah, maka kita akan mendapatkan sebagaimana yang kita niatkan. Demikian seterusnya.
Untuk menjadi orang yang istiqamah, tentu kita harus memiliki niat yang kuat untuk itu. Tanga niat yang kuat, kita tidak akan termotivasi untuk berbuat. Karena itu, berniat menjadi orang yang istiqomah harus diikuti dengan perbuatan yang nyata serta dimulai dari perbuatan yang ringan dan sederhana.
Di tengah perjalanan, niat kita akan teruji dengan adanya hambatan atau rintangan. Nah, di saat-saat seperti itulah, niat perlu mendapatkan penyegaran. Salah satu bentuk penyegaran itu adalah dengan terus memaksakan diri mencoba melakukan apa yang sedari awal kita niatkanuntuk istiqomah mengerjakannya. Jangan sekali-kali meninggalkan satu perbuatan yang kita niatkan untuk istiqomah melakukannya. Sebab, biasanya, sikap yang demikian akan lebih mudah melalaikan kita dari apa yang kita cita-cita sebelumnya. [15]

4.      Banyak Membaca
Tentu saja, bacaan yang harus diutamakan adalah banyak membaca al-Qur'an dan juga hadits Nabi, yang keduanya mengandung informasi mengenai apa balasan yang dijanjikan Allah kepada orang-orang yang istiqomah. Bukan sekadar membaca, namun juga merenungkan dan menghayati ujaran demi ujaran soal istiqomah yang terdapat dalam al-Qur'an dan hadits sehingga menumbuhkan motivasi yang tinggi untuk bersikap istiqomah.
Selain itu, membaca kisah-kisah orang yang istiqomah juga perlu dilakukan guna menambah referensi, wawasan, dan juga inspirasi yang menjadikan kita selalu termotivasi untuk istiqarnah. Saat ini, mungkin bukan hal yang sulit untuk mencari bacaan-bacaan seputar istiqomah. Barangkali yang masih menjadi kesulitan kita adalah keinginan untuk belajar dan juga istiqomah untuk belajar.
Basyr bin Al-Harits al-Haft berkata, “Betapa banyak manusia yang telah mati (yaitu orang-orang yang shalih) membuat hati menjadi hidup karena mengingat mereka (membaca riwayat mereka). Namun, sebaliknya, ada manusia yang masih hidup  (yaitu orang-orang fasik) mem­buat hali ini mati karena melihal mereka'[16]

5.       Banyak Berdoa Kepada Allah
Dari sekian upaya tadi, hal penting lain yang tidak boleh kita lupakan adalah berdoa kepada Allah. Banyak berdoa agar kita dijadikan sebagai orang yang istiqomah membuat hati kita terus ingat dengan niat dan cita-cita kita, yakni 'cita-cita menjadi orang yang istiqomah.
Di dalam al-Qur'an, terdapat beberapa doa yang berisi permohonan agar kita dijadikan sebagai manusia yang konsisten, teguh pendirian, dan istiqomah.[17]
Memperbanyak berdoa kepada Allah, agar kita semua dianugerahi sifat istiqamah. Karena kendatipun usaha kita, namun jika Allah tidak mengizinkannya, tentulah hal tersebut tidak akan pernah terwujud.
6.        Memahami Hakikat Ibadah
 Istiqamah juga akan dapat terealisasikan, jika kita memahami hikmah atau hakekat dari ibadah ataupun amalan yang kita lakukan tersebut. Sehingga ibadah tersebut terasa nikmat kita lakukan. Demikian juga sebaliknya, jika kita merasakan ‘kehampaan’ atau ‘kegersangan’ dari amalan yang kita lakukan, tentu hal ini menjadikan kita mudah jenuh dan meninggalkan ibadah tersebut.
7.         Diperlukan adanya kesabaran.
Karena untuk melakukan suatu amalan yang bersifat kontinyu dan rutin, memang merupakan amalan yang berat. Karena kadangkala sebagai seorang insan, kita terkadang dihinggapi rasa giat dan kadang rasa malas. Oleh karenanya diperlukan kesabaran dalam menghilangkan rasa malas ini, guna menjalankan ibadah atau amalan yang akan diistiqamahi.
8.  Ikhlas
Mengikhlaskan niat semata-mata hanya mengharap Allah dan karena Allah SWT. Ketika beramal, tiada yang hadir dalam jiwa dan pikiran kita selain hanya Allah dan Allah. Karena keikhlasan merupakan pijakan dasar dalam bertawakal kepada Allah. Tidak mungkin seseorang akan bertawakal, tanpa diiringi rasa ikhlas.
9.        Muraqabah
Muraqabah adalah perasaan seorang hamba akan kontrol ilahiah dan kedekatan dirinya kepada Allah. Hal ini diimplementasikan dengan mentaati seluruh perintah Allah dan menjauhi seluruh larangan-Nya, serta memiliki rasa malu dan takut, apabila menjalankan hidup tidak sesuai dengan syariat-Nya.
“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian Dia bersemayam di atas ‘arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. Dan Dia bersama kamu di mama saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Hadiid/57 : 4)
Rasulullah saw. bersabda-ketika ditanya tentang ihsan, “Kamu beribadah kepada Allah seolah-olah kamu melihat-Nya, dan apabila kamu tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihat kamu.” (HR al-Bukhari)
10.         Mu’ahadah
Mu’ahadah yang dimaksud di sini adalah iltizamnya seorang atas nilai-nilai kebenaran Islam. Hal ini dilakukan kerena ia telah berafiliasi dengannya dan berikrar di hadapan Allah SWT.
Ada banyak ayat yang berkaitan dengan masalah ini, diantaranya adalah sebagai berikut.
“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.” (QS. an-Nahl/16 : 91)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS. al-Anfaal/8 : 27)
11.          Muhasabah
Muhasabah adalah usaha seorang hamba untuk melakukan perhitungan dan evaluasi atas perbuatannya, baik sebelum maupun sesudah melakukannya. Allah berfirman;
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Hasyr/59 : 18)
“Orang yang cerdas (kuat) adalah orang yang menghisab dirinya dan beramal untuk hari kematiannya. Adapun orang yang lemah adalah orang yang mengekor pada hawa nafsu dan berangan-angan pada Allah.” (HR. Ahmad)
Umar bin Khattab ra berkata, “Hisablah dirimu sebelum dihisab, dan timbanglah amalmu sebelum ditimbang ….”
12.          Mu’aqabah
Mu’aqabah adalah pemberian sanksi oleh seseorang muslim terhadap dirinya sendiri atas keteledoran yang dilakukannya.
“Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (QS. al-Baqarah (2) : 179)
Generasi salaf yang soleh telah memberikan teladan yang baik kepada kita dalam masalah ketakwaan, muhasabah, mu’aqabah terhadap diri sendiri jika bersalah, serta contoh dalam bertekad untuk lebih taat jika mendapatkan dirinya lalai atas kewajiban. Sebagaimana disebutkan dalam beberapa contoh di bawah ini.
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Umar bin Khaththab ra pergi ke kebunnya. Ketika ia pulang, maka didapatinya orang-orang sudah selesai melaksanakan Shalat Ashar. Maka beliau berkata, “Aku pergi hanya untuk sebuah kebun, aku pulang orang-orang sudah shalat Ashar! Kini, aku menjadikan kebunku sedekah untuk orang-orang miskin.”
Ketika Abu Thalhah sedang shalat, di depannya lewat seekor burung, lalu beliau pun melihatnya dan lalai dari shalatnya sehingga lupa sudah berapa rakaat beliau shalat. Karena kejadian tersebut, beliau mensedekahkan kebunnya untuk kepentingan orang-orang miskin, sebagai sanksi atas kelalaian dan ketidak khusyuannya.
13.  Mujahadah (Optimalisasi)
Mujahadah adalah optimalisasi dalam beribadah dan mengimplementasikan seluruh nilai-nilai Islam dalam kehidupan.



[1]  Rusdi, Ajaibnya Tawadhu & Istiqamah Modal Sukses Luar Biasa, (Yogyakarta,: Sabil, 2013), h. 101
[2] Rusdi Ibid 127
[3] Rusdi Ibid 130
[4] Rusdi Ibid, h. 131
[5] Rusdi Ibid, h 133
[6] Rusdi Ibid, h 157
[7] Rusdi Ibid, h 158-159
[8] Rusdi Ibid, h 159-160
[9] Rusdi Ibid, h 160
[10] Rusdi Ibid, h 161
[11] Rusdi Ibid, h 162
[12] Rusdi Ibid, h. 163
[13] Rusdi Ibid, h 164
[14] Rusdi Ibid, h 165-166
[15] Rusdi Ibid, h 166
[16] Rusdi Ibid, h 167-168
[17] Rusdi Ibid, h 168