BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Sungguh
Rasulullah SAW telah menjelaskan di dalam haditsnya satu masalah diantara
masalah akhlaq yang sangat penting , yaitu cara mendidik akhlaq dan
pembentukannya serta cara memperkuatnya
di dalam jiwa dan memantapkannya, bahkan beliau telah menjadikannya pada urutan
beberapa tabi’at, yaitu agar supaya manusia mempunyai tujuan berkata baik dan
berbuat yang terpuji serta mengerjakannya berulang-ulang, sehingga sangat
berpengaruh pada dirinya bahkan dijadikannya sebagai kebiasaan yang berjalan
lancar dan agar bertambah mendalam setiap sudah diamalkan.
Barang siapa yang ingin agar
kejujuran itu menjadi kebiasaan dan akhlaqnya ingin menjadi agama dan
tabiatnya, maka hendaknya dia mempunyai tujuan jujur dalam semua ucapan, dan
jujur dalam semua perbuatannya. Jika kejujuran itu sesudah menjadi karakternya,
maka yang demikian dia menjadi orang yang paling jujur.
Kedudukan sifat jujur sangat erat
hubungannya dengan sifat-sifat para nabi, yakni Nabi Ibrahim, Ishaq, dan
Ya’qub, sebagaimana firman Allah :
Artinya:
Dan Kami telah anugrahkan kepada mereka rahmat- Ku dan Kami telah ciptakan bagi
mereka lisan yang jujur, yakni pujian yang baik yang tinggi nilainya. ( QS. Maryam : 50 ).
Dan Ismail dipuji karena jujur,
sebagaimana firman Allah :
Artinya
: “Perhatikan dalam (hal) Ismail yang tersebut dalam Al kitab (yakni Al
Qur’an), sesungguhnya dia adalah jujur dalam janjinya dan dia adalah Rasul dan
Nabi”. (QS. Maryam : 54 ).
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Kejujuran
Untuk
lebih memudahkan pembahasan maupun untuk menghindari kekeliruan penafsiran
terhadap judul :
“
KEJUJURAN “
Maka
penulis merasa perlu untuk mempertegas judul sebagai berikut :
1. Pengertian Kejujuran
Kejujuran
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata” jujur” yang mendapat
imbuhan ke-an, yang artinya “lurus hati, tidak berbohong, tidak curang, tulus
atau ikhlas”
Syari’at Islam mengajarkan kepada
umatnya untuk berbuat jujur dalam segala keadaan, walaupun secara lahir
kejujuran tersebut akan merugikan diri sendiri. Allah SWT telah berfirman dalam
Surat An-Nisaa Ayat 135 yang berbunyi:
Artinya
: “ Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak
keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu
bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu
kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin
menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar-balikan ( kata-kata) atau enggan menjadi
saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu
kerjakan.” ( QS. An- Nisaa’ : 135 ).
Dan
Rosulullah SAW pada banyak hadits menegaskan akan hal ini, diantaranya pada
hadits berikut :
عن عبدالله بن مسعود قال : قال رسول الله صلى
الله عليه وسلم : عليكم بالصدق فان الصدق يهدى الى البر وان البر يهدى الى الجنة
وما يزال الرجل يصدق ويتحرى الصدق حتى يكتب عند الله صديقا. واياكم والكذب فان
الكذب يهدى الى الفجور وان الفجور يهدى الى النار وما يزال الرجل يكذب حتى يكتب
عند الله كذابا. ( متفق
عليه )
Artinya
: Dari sahabat Abdillah bin Mas’ud r.a, ia menuturkan, Rasulullah SAW telah
bersabda : “ Hendaknya kalian senantiasa berbuat jujur, karena sesungguhnya
kejujuran akan membimbing kepada kebaikan, dan sesungguhnya kebaikan aka
membimbing kepada syurga, dan senantiasa seseorang itu berbuat kejuuran dan
senantiasa berusaha berbuat jujur, hingga akhirnya ditulis disisi Allah SWT
sebagai orang yang (Shiddiq) jujur. Dan berhati-hatilah kalian dari perbuatan
dusta, karena sesungguhnya kedustaan akan membimbing kepada kejahatan, dan
sesungguhnya kejahatan akan membimbing kepada Neraka. Dan senantiasa seseorang
berbuat dusta dan berupaya untuk berdusta hingga akhirnya di tulis di sisi
Allah SWT sebagai pendusta.” (Muttafaqun ‘alaihi ).
Bagi
yang berbuat jujur/benar, akan di jamin masuk syurga, Sebab Allah SWT telah
berfirman :
Artinya : “ Sesungguhnya
orang-orang yang berbakti, benar-benar berada dalam syurga yang penuh
kenikmatan.” ( Al Infithar : 13).
Sehingga
tidak heran bila syari’at Islam menjadikan hal ini sebagai salah satu prinsip
dalam segala urusan manusia, termasuk dalam perniagaan, sampai-sampai pada
suatu hadits, Rasulullah SAW menegaskan kepada para sahabatnya yang sedang
menjalankan perniagaan di pasar. :
يا معشر التجار ! فاستجابوا لرسول الله صلى الله
عليه وسلم ورفعوا اعناقهم وابصارهم اليه, فقال : ان التجار يبعثون يوم القيامة
فجارا, الا من اتقى الله وبروصدق. ( رواه الترمذى وابن حبان والحاكم وصححه
الالباني)
Artinya
: “Wahai para pedagang !” Maka mereka memperhatikan seruan Rasulullah SAW dan
mereka menengadahkan leher dan pandangan mereka kepada Beliau. Lalu beliau
bersabda : “Sesungguhnya para pedagang akan di bangitkan kelak pada hari kiamat
sebagai orang-orang fajir (jahat) kecuali pedagang yang bertaqwa kepada
Allah, berbuat baik dan berlaku jujur.” ( HR. At-Tirmidzi,
Ibnu Hibban, Al-Hakim dan dishahihkan oleh Al-Albani ).
Al- Qadhi ‘Iyadh menjelaskan hadits
ini dengan berkata, “Karena kebiasaan para pedagang adalah menipu dalam
perniagaan dan amat berambisi untuk menjual barang dagangannya dengan segala
cara yang dapat mereka lakukan diantaranya dengan sumpah palsu dan yang serupa.
Nabi Muhammad SAW memvonis mereka sebagai orang-orang jahat (fajir), dan beliau
mengecualikan dari vonis ini para pedagang yang senantiasa menghindari hal-hal
yang di haramkan, senantiasa memenuhi sumpahnya dan senantiasa jujur dalam
setiap ucapannya”.
Penjelasan
Qadhi ‘iyadh ini selaras dengan sabda Nabi Muhammad SAW berikut ini :
عن
ابي هريرة رضي الله عنه قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول:
الحلف
منفقة للسلعة ممحقة للبركة. (متفق عليه
)
Artinya
: Dari sahabat Abu Hurairah r.a ia menuturkan : Aku pernah mendengar Rasulullah
SAW bersabda : “Sumpah itu akan menjadikan barang dagangan menjadi laris, (akan
tetapi ) menghapuskan keberkahan.” (Muttafaqun ‘alaihi ).
Oleh karena itu tidak heran bila
Alla SWT murka kepada orang yang menyelisihkan prinsip ini dalam perniagaannya,
sampai-sampai Allah mengancamnya dengan ancaman yang keras, sebagaimana
disebutkan dalam firman-Nya berikut ini :
Artinya
: “Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji(nya dengan) Allah dan
sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat
bagian (pahala) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan
tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat dan tidak (pula) akan
mensucikan mereka. Bagi mereka adzab yang pedih.” (QS. Ali Imran : 77 ).
Ayat ini diturunkan karena ada
seseorang yang menawarkan barang dagangannya, kemudian ia bersumpah dengan nama
Allah, sungguh barang dagangannya tersebut telah ditawar dengan penawaran lebih
banyak dari penawaran yang diberikan oleh pembeli (kedua), padahal penawaran
pertama ia sebutkan tidak pernah terjadi, maka turunlah firman Allah SWT
diatas, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Al- Bukhari Rohimahullah.
Kejujuran itu hendaknya dapat
mendarah daging dalam pribadi kita, meliputi kejujuran dalam berbicara dan
kejujuran dalam hal ihwal perbuatan.
2. Macam-macam Kejujuran
A. Kejujuran dalam hal berbicara
Kejujuran
dalam berbicara, yaitu hendaknya pembicaraan dan perkataan kita sesuai dengan
hati nurani dan dimanifestasikan (diwujudkan) dalam kenyataan. Hal semacam ini
membuat kita menjadi mantap dalam berbicara. Hendaknya kita berbicara dengan
dasar pengetahuan. Kalau kita berbicara tentang hal yang sudah lewat, maka
berbicaralah yang benar, yang jujur sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Jika
kita berbicara sesuatu yang diniati, hendaknya niat menepati jaji itu diikuti
dengan pelaksanaannya. Kalau kira-kira tidak akan melaksanakan tentang sesuatu
‘azam (niat), maka seyogyanya niat itu tidak usah diucapkan dengan orang lain,
kecuali kalau mendekati kenyataan.
B. Kejujuran dalam
perbuatan
Jujur
dalam hal lhwal perbuatan, ialah hendaknya perbuatan yang dapat dilihat,
benar-benar sesuai dengan bentuk perencanaannya dalam jiwa, yaitu ikhlas karena
Allah, hanya untuk mendapatkan kemashlahatan tanpa berselubung dengan sifat
munafiq dan riya. Juga tidak untuk tujuan yang rendah dan kecil. Misalnya orang
yang berkunjung ke orang besar dengan menampakkan ketaatan dan simpati
kepadanya, sedangkan dibalik itu ada terkandung maksud untuk mendapatkan
kemanfaatan pribadi.
Rasulullah Saw telah menjelaskan
bahwa kejujuran itu menunjukkan kepada yang baik, dan beliau menunjukkan bahwa
kejujuran itu ibarat tempat tumbuhnya segala keutamaan., dan keutamaan itu
sebagai akar yang meguatkan pohon itu tegak. Orang yang jujur itu tentu sejalan
dengan semua kebaikan dan sebagai penegak segala kebagusan, sedangkan kebaikan
itu adalah jalan menuju ke syurga, bahkan kebajikan itu sebagai kunci masuk
syurga. Sedangkan kunci yang lain tidak untuk membuka syurga, sebagaimana
firman Allah :
Artinya
: “ Sungguh orang-orang yang baik itu di syurga Na’im, di atas dipan yang indah
mereka sama memperhatikan. Kamu ketahui di wajah-wajah mereka segar dari sebab
kenikmatan (yang diperoleh). Mereka diberi minum dengan arak dicap stempel. Cap
stempelnya adalah Kasturi dan didalam hal itu, maka hendaklah orang-orang yang
berminat sama berlomba”. (QS. Al- Muthoffifiin : 22 – 26 ).
BAB
III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Sifat
jujur adalah keutamaan dari segala sendi akhlaq yang menjadi dasar peraturan
masyarakat dan tertibnya semua urusan serta menjadikan lancarnya semua
tugas-tugas dengan baik.
Sifat jujur dapat mengangkat derajat
seseorang di atas sekalian manusia, menjadikannya
tumpuan kepercayaan mereka, menjadikannya seseorang yang terpuji di kalangan
mereka, ucapannya dihormati mereka. Apabila manusia telah membiasakan dirinya
benar dan jujur dalam segala ihwalnya, maka perangai itu akan melembaga pada
dirinya sehingga menjadilah ia sebagai
orang yang benar dan jujur, benar dalam ucapannya, benar dalam perbuatannya,
benar dalam pmikiran-pemikirannya, kemudian dia akan dibawa oleh perangainya
yang terpuji itu kepada menepati segala sifat kebaikan sehingga lapanglah jalan
menuju ke syurga. Dan sebaliknya apabila seseorang telah membiasakan dirinya
berdusta, maka perangai itupun akhirnya akan melembaga pada dirinya sehingga
menjadilah ia sebagai orang pendusta sehingga hilanglah kepercayaan masyarakat
kepadanya dan pada saatnya ia akan terbawa menuju jalan ke neraka.
Firman Allah dalam Al- Qur’an :
Artinya
: “ Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan hendaklah
kamu bersama orang-orang yang jujur”. ( QS. At- Taubah : 119 ).
DAFTAR
PUSTAKA
Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta.
Balai Pustaka. 1991
Dr.
Muhammad Arifin bin Badri, MA. Sifat Perniagaan Nabi. Bogor. Pustaka
Darul
Ilmi. 2008
Sunarto.
Tuntunan Da’wah Dan Pembina Pribadi Muslim. Semarang. Pustaka
Amani.
1983
Muhammad
‘Abdul ‘Aziz Al Khuly. Akhlaq Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi
wasallam. Semarang. Wicaksana. 1989
13
makakih blognya sangat bermanfaat buat tugas ane.......
ReplyDeleteOke gan sama2,,, trimakasih sudah berkunjung di blog ane,, :)
ReplyDeletesyukron,berkat artikelnya tugas ane jadi selesai
ReplyDeletesangat membantu.. tengkiu
ReplyDeleteSangat bermanfaat kak, saya izin copy ya :)
ReplyDeletemakasih bro ....
ReplyDelete